🏒 Apakah Pergumulan Hidup Si Penulis
Realitasalkitabiah dan teologis bahwa Allah—dalam kebaikan dan kemahakuasaan-Nya— memegang kendali termasuk saat kita menderita dan tidak tahu penyebabnya. Inilah jaminan yang meyakinkan
SUATUAKHIR DARI SEJARAH. Pada bagian ini penulis memaparkan bahwa pada awal tahun 1980an munculnya suatu kelompok gerakan kenabian di Kansas City. Nama-nama pendiri kelompok ini adalah Paul Cain, Bob Jones dan Mike Bikcle. Pada tahun 1990an muncul kelompok-kelompok doa yang bernama IHOP (The International House of Prayer).
Untukitu perlu kita ingat dan sadar bila masalah ( pergumulan ) terjadi. ucapkan syukur mu kapada Dia yang mangasihi dan mendidik kita, supaya kita sadar dan mengenal secara pribadi Tuhan Yesus. janganlah kita bersungut sungut tetapi bersuka citalah di
Penuliskemudian berusaha memberikan sumbangsih pemikiran dalam pergumulan yang dihadapi oleh gereja dengan mengkaji kembali apa makna dari Doa serta harapan Yesus yang dicatat Alkitab dalam Injil Yohanes 17:21. Makna kesatuan yang dimaksud Yesus tidak menunjuk pada jumlah bilangan, tetapi menunjuk kepada keesaan.
Membacajuga dapat diartikan bukan hanya dengan proses pergumulan dengan teks-teks, namun pergumulan dengan pengalaman hidup atau realitas dapat dikategorikan dengan membaca. Dengan membaca realitas kita diajak untuk mampu merenunggi segala peristiwa yang terjadi baik disekitar kita maupun yang jauh disana, sehingga kita dapat
A LATAR BELAKANG. Dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja. Masa remaja yang ditandai dengan pencarian identitas diri, pada masa dewasa awal, identitas diri ini didapat sedikit-demi sedikit sesuai dengan umur kronologis dan mental ege-nya. Berbagai masalah juga muncul dengan bertambahnya umur pada masa dewasa awal.
Kesaksiantertulis tidak harus ditulis berdasarkan pengalaman si penulis, bisa jadi itu adalah pengalaman orang lain yang diceritakan pada penulis, yang berupa hasil tanya jawab. Secara teknis, unsur yang perlu ditekankan dalam menulis kesaksian adalah pada cara penggambaran kejadian yang dapat menjadi penguatan kesan yang ingin disampaikan.
Sabtu 27 April 2019 20:06 WIB. Urban ; Topik Utama Perenungan dan Pergumulan Eksistensial Penovelan pergumulan seorang yang bercita-cita mengabdikan diri menjadi penulis.
Hidupberkomunitas dalam masyarakat modern memiliki tantangan yang kuat. Ada dua isu yang sering dibicarakan terkait dengan keberadaan masyarakat modern saat ini. Pertama, isu tentang individualisme, di mana kepedulian pada diri dan kepentingannya sendiri makin lama mulai menguat. Kedua, isu tentang komunikasi yang cair dan didukung dengan
GWlSL. Menurut Spranger, dikutip oleh Sunaryo Kartadinata 1988, nilai merupakan suatu tatanan yang dijadikan panduan oleh individu untuk menimbang dan memilih alternatif keputusan dalam situasi sosial tertentu. Jadi, nilai itu merupakan hal-hal berikut ini. 1. Sesuatu yang diyakini kebenarannya dan mendorong orang untuk mewujudkannya. 2. Produk sosial yang diterima sebagai milik bersama dengan kelompoknya. 3. Standar konseptual yang relatif stabil yang membimbing individu dalam menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam rangka memenuhi kebutuhan psikologisnya. Nilai kristiani adalah suatu tatanan yang dijadikan panduan oleh tiap orang Kristen untuk menimbang dan memilih alternatif keputusan hidupnya berdasarkan ajaran Yesus Kristus. Tiap orang Kristen sejak dibaptis hingga dewasa sudah berjanji untuk hidup sebagai pengikut Yesus. Kita semua ingin hidup sebagai orang beriman artinya mengikuti semua ajaran-Nya, menerapkan nilai-nilai kehidupan berdasarkan ajaran Yesus. Namun, meskipun kamu sudah berjanji dan bertekad untuk mewujudkannya sering kali kamu gagal. Mengapa? Ada masyarakat di sekitarmu yang mengajarkan nilai-nilai yang bertentangan namun lebih mudah untuk diwujudkan. Misalnya konsumerisme artinya mengkonsumsi semua yang lagi “mode” atau digandrungi remaja meskipun kamu tidak benar-benar membutuhkannya. Ada televisi yang mempromosikan berbagai nilai kehidupan yang nampaknya modern dan disukai semua orang ditambah lagi iklan-iklan TV yang menawarkan banyak nilai-nilai baru. Serta berbagai games yang berisi permainan kekerasan. Kamu bahkan rela tidak jajan asalkan bisa mengumpulkan uang untuk membeli game yang sedang jadi pembicaraan di kalangan remaja. Di kota-kota kecil sekalipun, warung internet dan tempat-tempat play station dipenuhi anak-anak dan remaja seusiamu. Akibatnya banyak anak dan remaja lupa waktu dan menghabiskan uangnya untuk membeli alat permainan maupun membayar di warung internet. Semua kenyataan ini turut memengaruhi pembentukan nilai-nilai dalam dirimu sebagai remaja. Waktu kamu banyak dihabiskan untuk permainan, untuk bersama teman, untuk nonton VCD, TV. Hampir tidak ada waktu untuk merenung dan bereleksi seperti penulis renungan di bawah ini yang meminta Yesus Penolongku Yesus adalah Air hidup ku di dunia yang penuh kehausan Kemanusiaan adalah keniscayaan Tapi aku melihat awan putih dan biru berarak perlahan Semuanya perlahan, bergerak mengitari langit Bagai pancuran yang mengalir dalam kekosongan Bergerak terus seperti kehidupan ini Aku ragu apakah aku mampu menjalani hidupku Tapi Engkau, Yesus selalu ada untukku Mendorong dan menguatkanku, aku tahu, itu Engkau Yesus Yang selalu membimbing dan mendorongku menjalani hidup Sangat membahagiakan, ketika aku tahu Yesus peduli pada ku Bahkan ketika teman-teman ku ingin membawa ku ke dalam pencobaan Aku tahu, Engkau Yesus ada di sana dan menolong membebaskanku Dan untuk itu, aku berterima kasih. Diadaptasi dari Come and See oleh Mary,s Mount dkk, Dove communication Pty, Ltd. Australia, 1990 Bacalah releksi di atas dan jawablah pertanyaan ini! 1. Apakah pergumulan hidup si penulis? -2. Nilai-nilai apakah yang dimilikinya dan mengapa ia memilih nilai itu? -Kegiatan 1 Tuliskan releksi singkatmu tentang bagaimana kamu melihat perjalanan hidupmu? Apakah ada kemajuan sejak TK hingga SMP kelas 1? Misalnya, pada waktu masih kecil kamu masih sangat egois, barang-barang milikmu tidak ingin kamu bagi dengan orang lain, kamu benar-benar belum memahami nilai-nilai kehidupan sosial. Namun, semakin besar di sekolah, rumah dan di Sekolah Minggu kamu mulai belajar apa artinya “berbagi” dengan teman dan sesama. Kamu dapat bertanya pada gurumu jika kamu masih belum mengerti. Kegiatan 2 Ada beberapa sikap yang dapat dijadikan nilai-nilai kehidupan dalam dirimu. Berikut ada beberapa sikap yang tertulis di sini. Kamu dapat memberikan pilihanmu Ya atau Tidak dan skor jawabanmu akan menunjukkan nilai-nilai apa yang kamu miliki. Saya lebih suka menerima bantuan dari orang lain daripada menolong walaupun saya mampu Ya/Tidak Saya lebih suka bergosip dan bercerita daripada mendengarkan guru yang sedang mengajar Ya/Tidak Saya lebih suka mengganggu teman di kelas daripada belajar dengannya Ya/Tidak Saya lebih suka bolos daripada masuk sekolah Ya/Tidak Saya lebih suka berpura-pura daripada berterus terang Ya/Tidak Saya lebih suka menghasut teman yang berkonlik daripada mendamaikan Ya/Tidak Saya hanya mau berteman dengan orang yang sama status sosialnya dengan saya Ya/Tidak Saya lebih suka bermain daripada belajar Ya/Tidak Saya lebih suka berbohong daripada jujur Ya/Tidak Dari semua pilihan yang kamu buat terhadap beberapa sikap di bawah ini, nilailah dirimu sendiri, jika jawabanmu paling banyak Ya maka kamu harus memeriksa dirimu, kamu kurang menghayati dan membentuk pilihan yang baik yang sesuai dengan nilai-nilai Kristiani. Kamu harus memperbaiki dirimu. Jika jawabanmu sama banyak antara Ya dan Tidak, maka kamu juga harus memperbaiki dirimu dan membentuk sikap-sikap positif dalam dirimu yang menjadi penopang pembentukan nilai Kristiani dalam dirimu. Jika jawabanmu lebih banyak Tidak, maka kamu sedang menjadikan nilai-nilai Kristiani sebagai pedoman hidupmu. Tentu saja penilaian ini tidak serta merta menjadi ukuran bahwa kamu remaja yang buruk. Kamu sedang bertumbuh dan membutuhkan bimbingan. Dalam dirimu ada banyak potensi dan kebaikan, karena itu kamu perlu belajar dan terus memperbaiki diri supaya menjadi anak yang baik dan patut ditiru atau dijadikan teladan dan panutan bagi teman-temanmu. Jika kamu semua dapat menjadi teladan satu terhadap yang lain. Kegiatan 3 Belajar dari Alkitab Bagi diri dalam dua kelompok besar kemudian baca bagian Alkitab yang ditugaskan padamu! Kelompok A membaca Injil Matius 53-10. Kelompok B membaca Kitab Galatia 522-26. Temukanlah nilai-nilai apa yang diajarkan oleh Yesus untuk dijadikan sebagai pegangan hidup bagi orang Kristen. Setelah itu, presentasikan temuan kelompokmu untuk dibahas bersama-sama! C. Nilai Kristiani Menjadi Pegangan Hidup
Menurut Spranger, dikutip oleh Sunaryo Kartadinata 1988, nilai merupakan suatu tatanan yang dijadikan panduan oleh individu untuk menimbang dan memilih alternatif keputusan dalam situasi sosial tertentu. Jadi, nilai itu merupakan hal-hal berikut ini. 1. Sesuatu yang diyakini kebenarannya dan mendorong orang untuk mewujudkannya. 2. Produk sosial yang diterima sebagai milik bersama dengan kelompoknya. 3. Standar konseptual yang relatif stabil yang membimbing individu dalam menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam rangka memenuhi kebutuhan psikologisnya. Nilai kristiani adalah suatu tatanan yang dijadikan panduan oleh setiap orang Kristen untuk menimbang dan memilih alternatif keputusan hidupnya berdasarkan ajaran Yesus Kristus. Tiap orang Kristen sejak dibaptis hingga dewasa sudah berjanji untuk hidup sebagai pengikut Yesus. Kita semua ingin hidup sebagai orang beriman artinya mengikuti semua ajaran-Nya, menerapkan nilai-nilai kehidupan berdasarkan ajaran Yesus. Namun, meskipun kamu sudah berjanji dan bertekad untuk mewujudkannya sering kali kamu gagal. Mengapa? Ada masyarakat di sekitarmu yang mengajarkan nilai-nilai yang bertentangan namun lebih mudah untuk diwujudkan. Misalnya konsumerisme artinya mengkonsumsi semua yang lagi “mode” atau digandrungi remaja meskipun kamu tidak benar-benar televisi yang mempromosikan berbagai nilai kehidupan yang nampaknya modern dan disukai semua orang ditambah lagi iklan-iklan TV yang menawarkan banyak nilai-nilai baru. Serta berbagai games yang berisi permainan kekerasan. Kamu bahkan rela tidak jajan asalkan dapat mengumpulkan uang untuk membeli game yang sedang jadi pembicaraan di kalangan remaja. Di kota-kota kecil sekalipun, warung internet dan tempat-tempat play station dipenuhi anak-anak dan remaja seusiamu. Akibatnya banyak anak dan remaja lupa waktu dan menghabiskan uangnya untuk membeli alat permainan maupun membayar di warung internet. Semua kenyataan ini turut memengaruhi pembentukan nilai-nilai dalam dirimu sebagai remaja. Waktu kamu banyak dihabiskan untuk permainan, untuk bersama teman, untuk nonton VCD, dan TV. Hampir tidak ada waktu untuk merenung dan bereleksi seperti penulis renungan di bawah ini yang meminta Tuhan menunjukkan arah baginya terutama dalam membentuk nilai-nilai kehidupan. Yesus Penolongku Yesus adalah Air hidup ku di dunia yang penuh kehausan Kemanusiaan adalah keniscayaan Tapi aku melihat awan putih dan biru berarak perlahan Semuanya perlahan, bergerak mengitari langit Bagai pancuran yang mengalir dalam kekosongan Bergerak terus seperti kehidupan ini Aku ragu apakah aku mampu menjalani hidupku Tapi Engkau, Yesus selalu ada untukku Mendorong dan menguatkanku, aku tahu, itu Engkau Yesus Yang selalu membimbing dan mendorongku menjalani hidup Sangat membahagiakan, ketika aku tahu Yesus peduli pada ku Bahkan ketika teman-teman ku ingin membawa ku ke dalam pencobaan Aku tahu, Engkau Yesus ada di sana dan menolong membebaskanku Dan untuk itu, aku berterima kasih. Bacalah releksi tersebut dan jawablah pertanyaan ini! 1. Apakah pergumulan hidup si penulis? -2. Nilai-nilai apakah yang dimilikinya dan mengapa ia memilih nilai itu? - Bandinglkan jawaban kamu dengan praktik hidup remaja pada masa kini remaja yang aktif memainkan “games”, facebook, twitter, line, whats app dan berbagai media sosial lainnya. Bahkan bukan hanya remaja namun manusia pada segala usia, mereka cenderung membuka semua kehidupan pribadi di media sosial. Ketika marah pada seseorang, akan diumumkan di media sosial, menyindir, menggunakan kata-kata kasar telah mewarnai media sosial. Padahal media sosial seharusnya dipakai sebagai alat komunikasi dan informasi yang positif dan menolong manusia untuk menjadi lebih baik dan beradab. Ada beberapa tayangan TV dan Koran yang menceritakan bagaimana anak-anak dan remaja serta kaum muda mengalami kekerasan dan menjadi korban penipuan lewat media sosial. Mereka mengenal orang hanya melalui media sosial dan mempercayainya, akibatnya mereka dilecehkan dan menjadi korban seksual. Banyak orang yang memasang foto dan status palsu itu sebabnya media sosial disebut dunia maya, banyak juga remaja yang menuntut orang tuanya untuk membelikan HP dan gadget terbaru, ia malu jika menggunakan alat-alat komunikasi yang bukan model terbaru. Padahal yang namanya alat-alat komunikasi, sesuai dengan namanya adalah untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi. Jadi alat komunikasi bukan merupakan alat yang harus dibanggakan dan menentukan harga diri seseorang. Tanpa alat-alat itupun manusia berharga sebagai makluk mulia ciptaan Allah. Jadi, kamu dapat mengatakan dalam hati mu “saya berharga di mata Allah dan sesama karena saya makhluk mulia ciptaan-Nya”. Kegiatan 1 Tuliskan secara singkat releksi tentang bagaimana kamu melihat Misalnya, pada waktu masih kecil kamu masih sangat egois, barang-barang milikmu tidak ingin kamu bagi dengan orang lain, kamu benar-benar belum memahami nilai-nilai kehidupan sosial. Namun, semakin luas pergaulanmu di sekolah, rumah dan di Sekolah Minggu kamu mulai belajar apa artinya “berbagi” dengan teman dan sesama. Kamu dapat bertanya pada gurumu jika kamu masih belum mengerti. Kegiatan 2 Ada beberapa sikap yang dapat dijadikan nilai-nilai kehidupan dalam dirimu. Berikut ada beberapa sikap yang tertulis di sini. Kamu dapat memberikan pilihanmu Ya atau Tidak dan skor jawabanmu akan menunjukkan nilai-nilai apa yang kamu miliki. Saya lebih suka menerima bantuan dari orang lain daripada menolong walaupun saya mampu Ya/Tidak Saya lebih suka bergosip dan bercerita daripada mendengarkan guru yang sedang mengajar Ya/Tidak Saya lebih suka berpura-pura daripada berterus terang Ya/Tidak Saya lebih suka menghasut teman yang berkonlik daripada mendamaikan Ya/Tidak Saya hanya mau berteman dengan orang yang sama status sosialnya dengan saya Ya/Tidak Saya lebih suka bermain daripada belajar Saya lebih suka mengganggu teman di kelas daripada belajar dengannya Ya/Tidak Saya lebih suka bolos daripada masuk sekolah Ya/Tidak Saya lebih suka berbohong daripada jujur Ya/Tidak Semua pilihan yang kamu buat terhadap beberapa sikap yang disajikan ini, nilailah dirimu sendiri, jika jawabanmu paling banyak Ya maka kamu harus memeriksa dirimu, kamu kurang menghayati dan membentuk pilihan yang baik yang sesuai dengan nilai-nilai kristiani. Tepatnya kamu harus memperbaiki dirimu. Jika jawabanmu sama banyak antara Ya dan Tidak, maka kamu juga harus memperbaiki dirimu dan membentuk sikap-sikap positif dalam dirimu yang menjadi penopang pembentukan nilai kristiani dalam dirimu. Jika jawabanmu lebih banyak Tidak, maka kamu sedang menjadikan nilai- nilai kristiani sebagai pedoman hidupmu. Tentu saja penilaian ini tidak serta merta menjadi ukuran bahwa kamu remaja yang buruk. Kamu sedang bertumbuh dan membutuhkan bimbingan. Dalam dirimu ada banyak potensi dan kebaikan, karena itu kamu perlu belajar dan terus memperbaiki diri supaya menjadi anak yang baik dan patut ditiru atau dijadikan teladan dan panutan bagi teman-temanmu. Kamu semua dapat menjadi teladan satu terhadap yang lain. Kegiatan 3 Belajar dari Alkitab Bagi dalam dua kelompok besar kemudian baca bagian Alkitab yang ditugaskan padamu! Kelompok A membaca Injil Matius 53-10. Kelompok B membaca Kitab Galatia 522-26. Temukanlah nilai-nilai apa yang diajarkan oleh Yesus untuk dijadikan sebagai pegangan hidup bagi orang Kristen. Setelah itu, presentasikan temuan kelompokmu untuk dibahas bersama-sama! C. Nilai Kristiani Menjadi Pegangan Hidup
Commentaire composé complet, rédigé par le professeur. Dernière mise à jour 02/11/2021 • Proposé par SYL élève Texte étudié AUX LECTEURS Amis lecteurs qui ce livre lisez, Défaites-vous de toute affection, Et le lisant ne vous scandalisez. Il ne contient ni mal ni infection. Il est vrai qu’il a peu de perfection À vous apprendre, sinon en fait de rire Mon cœur ne peut autre sujet choisir, Voyant le deuil qui vous mine et consume ; Mieux vaut de rire que de larmes écrire, Parce que rire est le propre de l’homme. PROLOGUE Buveurs très illustres, et vous vérolés très précieux car c'est à vous, et à nul autre, que sont dédiés mes écrits, Alcibiade, au dialogue de Platon intitulé Le Banquet, louant son précepteur Socrate, qui est sans discussion le prince des Philosophes, dit, entre autres paroles, qu'il est semblable aux silènes. Les Silènes étaient jadis de petites boîtes comme nous voyons à présent dans les boutiques des apothicaires, peintes au-dessus de figures comiques et frivoles, comme des harpies, des satyres, des oisons bridés, des lièvres cornus, des canes bâtées, des boucs volants, des cerfs attelés et telles autres figures représentées à plaisir pour exciter le monde à rire. Tel fut Silène, maître du bon Bacchus. Mais au-dedans on rangeait les drogues fines, comme le baume, l'ambre gris, la cardamome, le musc, la civette, les pierreries en poudre, et autres choses précieuses. Il disait que Socrate était pareil parce qu’en le voyant du dehors et en l’estimant par son apparence extérieure, vous n'en auriez pas donné une pelure l'oignon, tellement il était laid de corps et de maintien risible, le nez pointu, le regard d'un taureau, le visage d'un fou, simple dans ses moeurs, rustique dans ses vêtements, pauvre de fortune, infortuné en femmes, inapte à tous les offices de l'état, toujours riant, toujours buvant à la santé d’un chacun, toujours plaisantant, toujours dissimulant son divin savoir. Mais en ouvrant cette boîte, vous auriez trouvé au-dedans une drogue céleste et inappréciable, un entendement plus qu'humain, une force d'âme merveilleuse, un courage invincible, une sobriété sans pareille, un contentement assuré, une assurance parfaite, un mépris incroyable de tout ce pour quoi les humains veillent, courent, travaillent, naviguent et bataillent tellement. À quel propos, à votre avis, tend ce prélude et coup d'essai ? Parce que vous, mes bons disciples, et quelques autres fous qui n’ont rien à faire, en lisant les joyeux titres de certains livres de notre invention, comme Gargantua, Pantagruel, Fessepinte, La dignité des braguettes, des pois au lard avec un commentaire, etc., vous jugez trop facilement qu’ils ne traitent à l’intérieur que de moqueries, folâtreries et joyeux mensonges, puisque l'enseigne extérieure, si on ne cherche pas plus loin, est communément reçue à dérision et rigolade. Mais il ne faut pas juger si légèrement les œuvres des humains. Car vous-mêmes vous dites que l'habit ne fait pas le moine, et tel est vêtu d’habits monacaux qui au-dedans n'est rien moins que moine ; et tel est vêtu d'une cape à l’espagnole, qui dans son cœur n’appartient nullement à l'Espagne. C'est pourquoi il faut ouvrir le livre et soigneusement peser ce qui y est raconté. Alors vous connaîtrez que la drogue qu’il contient est de bien autre valeur que ne le promettait la boîte. C'est-à -dire que les matières traitées ici ne sont pas si folâtres que le titre dessus le prétendait. Rabelais, Gargantua - Prologue Traduction Mme Fragonard Écrit en 1534 par François Rabelais sous le pseudonyme de Alcofribas Nasier, le prologue de Gargantua est destiné, comme tout prologue, à inciter à la lecture. C’est une invitation au lecteur à découvrir un univers imaginaire, mais aussi une pensée et un style. Cependant ce prologue va plus loin il donne des clés de lecture de l’œuvre et pose déjà les bases de la philosophie humaniste prônée par l’auteur. Nous verrons comment ce texte, sous une apparence comique, dissimule en réalité une réflexion profonde et pertinente sur le genre humain. I. Une apparence comique a Le registre burlesque Le prologue est précédé d’un dizain strophe ou un poème de dix vers liminaire sous forme d’apostrophe au lecteur. Rabelais place ainsi son œuvre sous le signe du rire parce que rire est le propre de l’homme. ». Le champ lexical du rire, et les nombreuses connotations qui l’accompagnent, soulignent le programme de Gargantua de quoi rire ; le rire ; à rire ; ridicule ; toujours riant ; se réjouissant ; farces ; dérision ; moqueries ; folâtreries ; rigolade… » Rabelais a recours au registre burlesque c'est-à -dire à l'emploi de termes comiques ou vulgaires pour traiter d’un sujet ou de personnages nobles. On a ici une décalage entre le titre élogieux La vie inestimable du grand Gargantua » qui nous place dans un registre épique hérité des romans de chevalerie, ou même hagiographique, qui relate la vie des saints et le style bas qui transparaît dès la première ligne et l’apostrophe au lecteur, traité par les oxymores de buveurs illustres » et de vérolés très précieux. » Le burlesque vise à rabaisser ce qui est noble ou respectable, ici le portrait de Socrate. Le grand philosophe est dépeint via un portrait péjoratif qui ridiculise son apparence physique laid de corps, de maintien risible, le regard d’un taureau, le visage d’un fou… » Les références qui lui sont associées sont marquées par la négation inapte, infortuné », discordante avec le personnage de Socrate, reconnu de tous comme un modèle de sagesse, et le père même de la philosophie. De plus, le prologue cherche en principe à susciter la bienveillance du lecteur pour lui donner envie de poursuivre ici, le lecteur est presque insulté ! Mais la tournure oxymorique nous permet de comprendre qu’il s’agit d’une plaisanterie, et que Rabelais s’adresse à nous comme à de bons et fidèles camarades. b Un style dionysiaque Par apposition à l’esthétique appolinienne, qui célèbre Apollon le dieu des arts et de la beauté, symbole d’ordre et de culture, le dionysiaque est une esthétique de la démesure, de l’ivresse, de l’instabilité et de l’enthousiasme. Apollon incarne l’ordre, Dionysos, le dieu de la vigne, incarne la gaieté et le chaos. L’apostrophe buveurs très illustres » place d’emblée le lecteur dans cet univers. Il faut lire Gargantua comme on boirait du vin, pour en tirer une ivresse joyeuse. Rabelais évoque aussi Silène, le satyre père adoptif de Dionysos. L’ivresse transparaît partout dans l’écriture de Rabelais, à travers les nombreuses énumérations délirantes comme les harpies, les satyres, les oisons bridés, les lièvres cornus, les boucs volants etc. » On dirait un propos d’ivrogne en proie à des hallucinations, comme si l’auteur, incapable de s’arrêter de parler, était emporté par une ivresse littéraire. L’énumération des œuvres participe à cette sensation Gargantua et Pantagruel sont citées mais les titres suivants sont fantaisistes et inventés par l’auteur, à portée presque scatologique Fessepinte, la Dignité des braguettes… » et donc de ce qu’elles contiennent.. C’est la promesse d’une œuvre marquée par la joie et la spontanéité. Mais derrière cette écriture fantaisiste et dionysiaque se cache une œuvre à visée philosophique le prologue sert à nous avertir de ce double niveau de lecture. II. Un prologue philosophique a Le rire, une porte d'entrée vers la pensée de l’auteur Le rire de Rabelais est un choix réfléchi, une posture volontaire, comme le montre la formule comparative mieux vaut de rire que de larmes écrire ». Il vaut mieux écrire de quoi rire que de quoi pleurer, car le rire est le propre de l’homme. Rabelais insiste sur le rire qui est un privilège unique de la condition humaine les animaux ne rient pas. Dans le même temps, il évoque un deuil qui mine et consume » le registre tragique est amené en opposition au ton burlesque et joyeux de cette apostrophe. L’auteur rappelle que son œuvre a deux niveaux de lecture en surface, le comique et le burlesque qui amuse et divertit ; en profondeur le tragique et le sérieux, inhérent à la condition humaine, par essence mortelle et fragile. Le champ lexical de la philosophie contrebalance la tonalité comique du texte Socrate, prince des philosophes, compréhension, vertu, contentement, examen approfondi, interpréter, nature, sage… » Ce vocabulaire abstrait s’oppose à l’univers fantaisiste et scatologique et souligne l’ambition philosophique de l’œuvre. Le texte est d’ailleurs structuré à la manière d’un texte argumentatif 1er paragraphe descriptif à visée argumentative avec la métaphore filée de la boite, qui insiste sur l’importance du contenu sur le contenant, tout comme pour Socrate en intérieur intelligence, force, merveille… », et donc comme pour l’œuvre. Le deuxième paragraphe est argumentatif et construit avec la présence de connecteurs logiques mais, car, c’est pourquoi, alors, dans l’hypothèse où… » Rabelais est donc moins ivre qu’il n’y parait. Il veut valoriser la raison et la logique le rire est une porte d’entrée dans l’œuvre qui séduit le lecteur dans l’immédiat, pour ensuite lui faire découvrir une réflexion humaniste. Il s’amuse même en accusant le lecteur d’avoir trop bu ! b Une médecine de l’âme Rabelais est un médecin diplômé et pratiquant. Il a lu Hippocrate et Galien, qu’il cite d’ailleurs ensuite dans ce même prologue. Cette formation transparaît tout au long du prologue. Le champ lexical de la médecine est omniprésent ni mal ni infection ; remèdes ; baumes ; drogue… » La lecture de Gargantua nous est prescrite à la manière d’un médicament. Il est destiné à guérir les âmes en les ouvrant à la sagesse et à la vérité. C’est un manifeste humaniste. III. Un prologue humaniste a La grandeur de l’homme Sous la satire, Rabelais met en avant la noblesse de notre dimension spirituelle. À travers une énumération des activités qu’il juge dégradantes pris de convoitise, travaillent courent, naviguent, bataillent… » il fait une allusion très claire aux préoccupation sociales de son temps, guerre de religion, commerce maritime etc.. Il caricature les hommes entraînés dans le tourbillon d’une vie sans prendre le temps de penser ou de réfléchir. Cette pensée est résolument moderne pour son époque, car elle peut s’appliquer encore parfaitement aujourd’hui ! Il appelle l’homme à se dépouiller de l’action frénétique pour accéder à la contemplation et à la réflexion. Il met en valeur les bienfaits de la connaissance à l’aide du registre épique compréhension plus qu’humaine, vertus merveilleuses, courage invincible, assurance parfaite… ». Il met en évidence la grandeur de l’homme, sa capacité à utiliser son esprit pour comprendre le monde. b Une nouvelle conception de la littérature Rabelais souhaite dépeindre l’homme tel qu'il est. Il mentionne les croyances populaires l’habit ne fait pas le moine » et utilise le langage quotidien et non savant pour parler de l’homme tel qu’il est, sans chercher à l’idéaliser. Il abolit la frontière entre écrit et oral, et entame un dialogue avec le lecteur, comme le prouve la 2eme personne du pluriel c’est à vous que je dédie… ; pour que vous mes bons disciples ; avez-vous trop bu ? ». Il joue le rôle d’un Socrate qui, par le dialogue, cherchait à défaire les préjugés de son interlocuteur. Socrate utilisait sa propre méthode, appelée la maïeutique, ou l’accouchement des âmes. Rabelais, à travers le philosophe grec, fait revivre le patrimoine gréco-latin que les humanistes redécouvrent et veillent à appliquer dans leur vie quotidienne. c Par-delà le chaos Comique, argumentatif, philosophique… ce prologue est aussi étonnamment poétique. De nombreuses rimes internes dans les descriptions témoignent d’une volonté esthétique. Les assonances ajoutent de la musicalité. Le texte, qui s’ouvrait sur une célébration du chaos dionysiaque, se révèle paradoxalement soucieux de son harmonie. Rabelais cherche à rapprocher les contraires le rire et le tragique, le laid et le beau, l’ordre et le chaos… Il veut montrer l’unité du monde plutôt que sa division. La subtilité de cette dimension poétique souligne que le monde reste unifié sous son apparence désordonnée et anarchique. Sans doute est-ce le cœur même du projet humaniste. Conclusion Ce prologue de Gargantua permet au lecteur de comprendre le contenu de l’ouvrage à venir une œuvre littéraire contenant des genres et des registres multiples, de la farce jusqu’à la poésie. Ce texte résume à lui seul le projet humaniste de Rabelais étudier le foisonnement et la complexité du monde mais surtout en louer son unité.
apakah pergumulan hidup si penulis